((Tugas UAS))
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Kritik Arsitektur
Kritik adalah masalah
penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan
pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Kritikus
modern mencakup kaum profesi atau amatir yang secara teratur memberikan
pendapat atau menginterpretasikan seni pentas atau karya lain (seperti karya
seniman, ilmuwan, musisi atau aktor) dan, biasanya, menerbitkan pengamatan
mereka, sering di jurnal ilmiah. Kaum kritikus banyak jumlahnya di
berbagai bidang, termasuk kritikus seni, musik, film, teater atau sandiwara,
rumah makan dan penerbitan ilmiah.
Secara etimologis
berasal dari bahasa Yunani κριτικός, kritikós – “yang membedakan”, kata
ini sendiri diturunkan dari bahasa Yunani Kuna κριτής, krités, artinya “orang
yang memberikan pendapat beralasan” atau “analisis”, “pertimbangan nilai”,
“interpretasi”, atau “pengamatan”. Istilah ini biasa dipergunakan untuk
menggambarkan seorang pengikut posisi yang berselisih dengan atau menentang
objek kritika
1.1.1. Kritik
Arsitektur
Kritik arsitektur merupakan tanggapan dari hasil sebuah
pengamatan terhadap suatu karya arsitektur. Disitu orang merekam dengan
berbagai indra kelimanya kemudian mengamati,memahami dengan penuh kesadaran dan
menyimpannya dalam memori dan untuk ditindaklanjuti dengan ucapan dalam bentuk
pernyataan,ungkapan dan penggambaran dari benda yang diamatinya.
a.
Kritik Deskriptif
Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap
bangunan atau kota. Dimana pendekatan deskriptif ini lebih bertujuan pada
kenyataan bahwa jka kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses
kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan. Metode deskriptif
ini tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete.
Tetapi sekedar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa
yang terjadi di dalamnya.
Metode kritik deskriptif memiliki 3 jenis, antara lain:
a) Depictive Criticism (Gambaran Bangunan)
Depictive criticism dalam aspek static memfokuskan perhatian
pada elemen-elemen bentuk (form), bahan (materials) dan permukaan (texture).
·
Aspects (Aspek Statis)
Depictive cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk
kritik karena ia tidak didasarkan pada pernyataan baik atau buruk sebuah
bangunan. Sebagaimana tradisi dalam kritik kesenian yang lain, metode ini
menyatakan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi disana. Masyarakat cenderung
memandang dunia sesuai dengan keterbatasan pengalaman masa lalunya, maka
melalui perhatian yang jeli terhadap aspek tertentu bangunan dan mennceritakan
kepada kita apa yang telah dilihat, kritik depictive telah menjadi satu metode
penting untuk membangkitkan satu catatan pengalaman baru seseorang.
Kritik Depictive tidak butuh pernyataan betul atau salah
karena penilaian dapat menjadi bias akibat pengalaman seseorang di masa
lalunya. Kritik depictive lebih mengesankan sebagai seorang editor atau
reporter, yang menghindari penyempitan atau perluasan perhatian terhadap satu
aspek bangunan agar terhindar dari pengertian kritikus sebagai interpreter atau
advocate. Depictive criticism dalam aspek statik memfocuskan perhatian pada
elemen-elemen bentuk (form), bahan (materials) dan permukaan (texture).
Penelusuran aspek statik dalam Depictive criticism seringkali digunakan oleh
para kritikus untuk memberi pandangan kepada pembaca agar memahami apa yang
telah dilihatnya sebelum menentukan penafsiran terhadap apa yang dilihatnya kemudian.
• Penggunaan media grafis dalam depictive critisim dapat dengan baik
merekam dan mengalihkan informasi bangunan secara non-verbal tanpa kekhawatiran
terhadap bias. Aspek statik depictive criticism dapat dilakukan melalui
beberapa cara
survey
antara lain: fotografi, diagram, pengukuran dan deskripsi verbal (kata-kata).
·
Dynamic (secara Verbal)
Tidak seperti aspek statis, aspek dinamis depictive mencoba
melihat bagaimana bangunan digunakan bukan dari apa bangunan di buat.
Aspek dinamis mengkritisi bangunan melalui: bagaimana manusia
bergerak melalui ruang-ruang sebuah bangunan? Apa yang terjadi disana?
Pengalaman apa yang telah dihasilkan dari sebuah lingkungan fisik?
·
Process (secara Prosedural)
Merupakan satu bentuk depictive criticism yang menginformasikan
kepada kita tentang proses bagaimana sebab-sebab lingkungan fisik terjadi
seperti itu.
b. Biographical
Criticism (Riwayat Hidup)
Kritik yang hanya mencurahkan perhatiannya pada sang artist
(penciptanya), khususnya aktifitas yang telah dilakukannya. Memahami dengan
logis perkembangan sang artis sangat diperlukan untuk memisahkan perhatian kita
terhadap intensitasnya pada karyakaryanya secara spesifik.
c) Contextual Criticism (Persitiwa)
Hal yang perlu diketahui dalam contextual criticism adalah:
Informasi tentang aspek social, politik dan ekonomi pada saat bangunan di
desain. Tekanan-tekanan apakah yang diterima sang arsitek atau klien pada saat
bangunan akan dan sedang dibangun?
Untuk memeberikan lebih ketelitian untuk lebih mengerti suatu
bangunan, diperlukan beragam informasi deskriptif, informasi seperti
aspek-aspek tentang sosial, politikal, dan ekonomi konteks bangunan yang telah
didesain. Kebanyakan kritikus tidak mengetahui rahasia informasi mengenai
faktor yang mempengaruhi proses desain kecuali mereka pribadi terlibat.
1.1.2. Kritik
Normatif
Kritik normatif adalah mengkritisi sesuatu baik abstrak
maupun konkrit sesuai dengan norma, aturan, ketentuan yang ada. Hakikat kritik
normatif adalah adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan dunia
manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model,
pola, standard atau sandaran sebagai sebuah prinsip.
Melalui suatu prinsip, keberhasilan kualitas lingkungan
buatan dapat dinilai. Suatu norma tidak saja berupa standard fisik yang dapat
dikuantifikasi tetapi juga non-fisik yang kualitatif. Norma juga berupa sesuatu
yang tidak konkrit dan bersifat umum dan hampir tidak ada kaitannya dengan
bangunan sebagai sebuah benda konstruksi.
Kritik
normatif perlu dibedakan dalam 4 metode, antara lain:
a) Metode Doktrin
Satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip tak
terukur.
b) Metode Sistemik
Suatu norma penyusunan elemen-elemen yang saling berkaitan
untuk satu tujuan
c) Metode Tipikal
Suatu norma yang didasarkan pada model yang digeneralisasi
untuk satu kategori bangunan spesifik
d) Metode Terukur
Sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan
baik secara kuantitatif
1.1.3. Kritik
Tipikal
Kritik tipikal (Typical Criticism) adalah sebuah metode
kritik yang termasuk pada Kritik Normatif (Normative Criticism). Kritik tipikal
yaitu metode kritik dengan membandingkan obyek yang dianalisis dengan bangunan
sejenis lainnya, dalam hal ini bangunan publik.
Adapun elemen dalam kritik tipical, antara lain:
a) Structural (Struktur)
Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan
berkait dengan penggunaan material dan pola yang sama:
• Jenis bahan
• Sistem struktur
• Sistem Utilitas dan sebagainya.
b) Function (Fungsi)
Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang didesain
untuk aktifitas yang sama. Misalnya sekolah akan dievaluasi dengan keberadaan
sekolah lain yang sama:
• Kebutuhan pada ruang kelas
• Kebutuhan auditorium
• Kebutuhan ruang terbuka dsb
c) Form (Bentuk)
Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang eksestensial
dan memungkinkan untuk dapat dianggap memadai bagi fungsi yang sama pada
bangunan lain. Penilaian secara kritis dapat difocuskan pada cara bagaimana
bentuk itu dimodifikasi dan dikembangkan variasinya, Sebagai contoh bagaimana
Pantheon telah memberi inspirasi bagi bentuk-bentuk bangunan yang monumental
pada masa berikutnya.
Keuntungan Kritik Tipikal:
• Desain dapat lebih efisien dan dapat menggantungkan pada
tipe tertentu.
• Tidak perlu mencari lagi panduan setiap mendesain
• Tidak perlu menentukan pilihan-pilihan visi baru lagi.
• Dapat mengidentifikasi secara spesifik setiap kasus yang
sama
• Tidak memerlukan upaya yang membutuhkan konteks lain.
Kerugian Kritik Tipikal
• Desain hanya didasarkan pada solusi yang minimal
• Sangat bergantung pada tipe yang sangat standard
• Memiliki ketergantungan yang kuat pada satu type
• Tidak memeiliki pemikiran yang segar
• Sekadar memproduksi ulang satu pemecahan
1.1.4. Kritik Impressionis
Metode ini cenderung selalu berubah mengikuti perkembangan
jaman dimana kritik-kritik yang ada umumnya cenderung mengambil suatu hal
positif dari satu bangunan dan menerapkannya pada bangunan lain sebagai salah
satu cara bereksplorasi.
Kritik impresionistik dapat berbentuk:
• Caligramme: Paduan kata membentuk silhouette
• Verbal Discourse: Narasi verbal puisi atau prosa
• Painting: Lukisan
• Photo Image: Imagi foto
• Modification of Building: Modifikasi bangunan
• Cartoon: Fokus pada bagian bangunan sebagai lelucon
Keuntungan Kritik Impresionis:
• Membuat imajinasi tentang bangunan menjadi lebih bermakna
• Merangsang orang untuk melihat lebih dalam ke arah makna
dan arti bangunan
• Membuat orang untuk melihat karya seni lebih teliti
• Mampu meyederhanakan suatu analisis objek yang tadinya
terasa kompleks•
• Membuat lingkungan lebih mudah dikenali
Kerugian Kritik Impreionis
• Kritik seolah tidak berkait dengan arsitektur
• Interpretasi menjadi lebih luas dan masuk dalam wilayah
bidang ilmu lain
• Pesan perbaikan dalam arsitektur tidak tampak secara
langsung
• Menghasikan satu interpretasi yang bias tentang hakikat
arsitektur.
1.1.5. Krikitik Interpretif
Kritik interpretif (Interpretive Criticism) yang berarti
adalah sebuah kritik yang menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental.
Kritikus pada jenis ini dipandang sebagai pengamat yang profesional. Bentuk
kritik cenderung subyektif dan bersifat mempengaruhi pandangan orang lain agar
sejalan dengan pandangan kritikus tersebut. Dalam penyajiannya menampilkan
sesuatu yang baru atau memandang sesuatu bangunan dari sudut pandang lain.
Terdapat 3 jenis kritik interpretatif, yaitu:
a) Kritik Evokatif (Evocative) – Kritik yang Membangkitkan
Rasa
Menggugah pemahaman intelektual atas makna yang dikandung
pada suatu bangunan. Sehingga kritik ini tidak mengungkap suatu objek itu benar
atau salah melainkan pengungkapan pengalaman perasaan akan ruang. Metode ini
bisa disampaikan dalam bentuk naratif (tulisan) dan fotografis (gambar).
b) Kritik Advokatif (Advocatory) – Kritik yang Membela,
Memposisikan Diri sebagai Arsitek Objek Kritik
Kritik dalam bentuk penghakiman dan mencoba mengarahkan pada
suatu topik yang dipandang perlu. Namun bertentangan dalam hal itu kritikus
juga membantu melihat manfaat yang telah dihasilkan oleh arsitek sehingga dapat
membalikkan dari objek bangunan yang sangat menjemukan menjadi bangunan yang
mempersona.
c) Kritik Impresionis (Imppressionis Criticism) – Kritik
Dipakai sebagai Alat untuk Melahirkan Karya Seni Baru
Kritik ini menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar
bagi pembentukan karya seninya.
Kritik impresionis dapat berbentuk:
• Caligramme: Paduan kata membentuk silhouette
• Verbal Discourse: Narasi verbal puisi atau prosa
• Painting: Lukisan
• Photo Image: Imagi foto
• Modification of Building: Modifikasi bangunan
• Cartoon: Fokus pada bagian bangunan sebagai lelucon
1.1.6. Kritik Terukur
Kritik terukur menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka
hasil berbagai macam observasi sebagai cara menganalisa bangunan melalui
hukum-hukum matematika tertentu. Norma yang terukur digunakan untuk memberi
arah yang lebih kuantitatif. Hal ini merupakan satu bentuk analogi dari ilmu
pengetahuan alam yang diformulasikan untuk tujuan kendali rancangan
arsitektural. Pengolahan melalui statistik atau teknik lain secara matematis
dapat mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan
tertentu dalam studi arsitektur.
Perbedaan dari kritik normatif yang lain adalah terletak pada
metode yang digunakan yang berupa standardisasi desain yang sangat kuantitatif
dan terukur secara amtematis.
Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma
bagaimana bangunan diperkirakan pelaksanaannya. Standardisasi pengukuran dalam
desain bangunan dapat berupa:
• Ukuran batas minimum atau maksimum
• Ukuran batas rata-rata (avarage)
• Kondisi-kondisi yang dikehendaki
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Masjid Dian Al-Mahri
Masjid Dian Al-Mahri atau dikenal sebagai Masjid Kubah
Emas. Sesuai dengan namanya dimana
masyarakat menyebutkannya dengan sebutan Masjid Kubah Emas,.
Masjid seluas 8000 m2 ini berdiri di atas lahan seluas 70
hektar. Masjid ini merupakan bagian dari konsep pengembangan sebuah
kawasan terpadu yang memfasilitasi kebutuhan setiap insan umat Islam akan
sarana ibadah, dakwah, pendidikan dan sosial yang menyatu dalam ruang lingkup
Islamic Center Dian Al Mahri. Pembangunan Masjid dimulai pada bulan April 1999
yang ditandai dengan pemancangan tiang pancang pertama oleh pendiri Masjid Dian
Al Mahri sekaligus pendiri kawasan Islamic Center Dian Al Mahri, Ibu Hj. Dian
Juriah Maimun Al Rasyid dan Bapak Drs H. Mimun Al Rasyid. Masjid yang terdiri
atas ruangan utama masjid, ruang mezanin, halaman dalam, selaras atas, selaras
luar dan ruang fungsional lainnya, mampu menampung 15.000 jamaah untuk pelaksanaan
sholat, dan untuk pelaksanaan majlis taklim mampu menampung 20.000 jamaah. (Al
Yubi, 2008).
Masjid ini berada di Jl. Meruyung,
Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat.


Adapun
keadaan eksisting Masjid Dian Al-Mahri berdasarkan elemen masjid:
a.
Orientasi
Bangunan
masjid ini menghadap ke arah barat laut, dengan pintu masuk wanita di sebelah
tenggara dan pintu masuk pria di sebalah timur laut. Dimana arah orientasi ini
ditandai dengan fasad bangunan pada sebelah barat laut gang terdapat dua menara
dan dinding yang menjorok ke depan


Gambar
orientasi Masjid Dian Al-Mahri
Sumber:
(Dokumen Pribadi, 2020)
Jika
ditinjau dengan menggunakan aplikasi penunjuk arah kiblat, masjid ini tepat
menghadap ke kiblat, hal itu pun menjadi anjuran untuk orang yang shalat
menghadap kiblat.
b.
Bentuk
Bentuk
utama yaitu berbentuk persegi panjang dengan 2 bagian yaitu, bangunan yang di
dalamnya ruang shalat dan serambi atau pun halaman masjid yang hanya bisa
dilewati oleh pengunjung wanita. Bentuk bangunan cenderung simetris.
Gaya
timur tengah kental diaplikasikan pasa bangunan ini. Dari bentuknya yang
persegi panjang sampai penghunaan kubah sebagai atap. bentuk bangunan dengan
skala monumental, yang menghasilkan bangunan yang dieksperasikan sang pendiri,
yaitu keagungan.
Hal
itu pub berkaitan dengan refrensi sang pendiri dalam pembentukan konsep pun
ialah ketika ia melakukan perjalanan umroh ke Timur Tengah, dalam melakukan
perjalanannya tersebut ia mengunjungi Masjid Al Hamra di Spanyol, Masjid
Kesultanan Oman di Oman, Masjid di Karbala Irak dan beberapa masjid di Turkey.
Masa-masa kejayaan islam seperti Turki Ustmani dan Safafid yang menghasilkan
tipologi masjid di Timur Tengah menjadi produk sejarah di masa lampau

Gambar
Masjid Al Hamra di Spanyol
Sumber:
flyingcarpetgo.com

Gambar
Masjid Besar Sultan Qaboos (Masjid Kesultanan
Oman)
Sumber:
Wikipedia
c.
Atap
Menggunakan
atap jenis kubah yang merupakan ciri khas arsitektur timur tengah. Hal itu pun
memang sesuai dengan pernyataan sang pendiri. Penggunaan material emas yang
juga digunakan sebagai ikon masjid ini, bahkan nama yang dikenal untuk masjid
ini. Sejatinya memang sang pendiri menginterpretasikan dalam pembangunan sebuah
masjid perlu totalitas atau melakukan hal yang paling baik karena masjid adalah
rumah Allah. Bahkan tidak hanya 1, masjid ini memiliki 5 kubah yang disimbolkan
seperi rukun iman.
Penggunaan
atap jenis kubah ini berpengaruh pada strukur dalam ruang. Kubah yang digunakan
nampaknya perlu kolom(tiang) penyangga struktur atapnya, sehingga dalam ruang
shalat adanya beberapa pilar besar diantara shaf shalat

Gambar Kubah Masjid Dian Al-Mahri
(Dokumen Pribadi, 2020)
d.
Menara
Adanya menara
idealnya memang digunakan untuk meletakkan alat pengeras suara. Hal itu pun
juga yang terdapat pada masjid ini. Terdapat Terdapat 6 menara pada masjid ini,
diantaranya 2 pada massa bangunan pertama dan 4 menara pada massa bangunan
kedua.


e. Zoning
Terdapat pembagian zoning yang
diantaranya memisahkan pintu masuk laki-laki dan perempuan, hal itu pun diikuti
dengan peletakkan ruang wudhu dan ruang shalat yang terpisah juga. Dalam islam
hal ini memang dianjurkan mengingat salah satu batalnya wudhu ghialah
tersentuhnya anggota tubuh oleh gender yang berbeda.



Bangunan juga di kelilingi taman
yang sejuk, nampak di depan terdapat papan bertuliskan arah makam Dian Al-Mahri
(Sang Pendiri). Di mana papan itu menunjuk ke arah taman depan masjid Dian
Al-Mahri.
f. Serambi
Serambi mengelilingi ruang shalat
kental dengan gaya timur tengah yang padu dengan fasad bangunan, gaya timur
tengah dipresentasikan pada ornament pada dinding misalnya.

. Juga pada langit-langit serambi
yang menggunakan bentuk lengkungan yang menyerupai potongan kubah. Skala
monumental digunakan untuk memberikan kesan megah dan indah yang divisualisasikan
pada pilar-pilar pilar yang juga sebagai struktur penopang atap serambi.

g. Ruang
Shalat
Sebelum memasuki shalat berdiri
pintu dengan skala monumental pada pintu masuk ruang shalat, ornament timur
tengah yang dianggap sebagai tipologi arsitektur islam terpampang pada daun
pintu. Dengan adanya pintu-pintu ini memberikan kesan masjid semi tertutup.
Pintu masuk menuju ruang shalat
laki-laki maupun perempuan berada di paling belakang dari shaf laki-laki maupun
perempuan.


Ruang Shalat dipisahkan berdasarkan
ketentuan islam dalam membagi shaf berjamaah. Dimana antara shaf laki-laki dan
perempuan dipisahkan menggunakan pagar

Gambar Ilustrasi pembagian shaf
shalat
Penggunaan gaya timur tengah yang
juga kental pada ruang shalatnya, terdapat tiang silinder sebagai kolom
penopang beban di atasnya yang diletakan di tengah tengah shaf shalat

h.
Mimbar dan Mihrab
Letak mihrab dan mimbar berada di shaf terdepan, pun
sebagai tempat imam mempimpin shalat jamaah. Posisi mimbar berada di kanan
tempat imam. Mimbar berada di dalam sebuah ruang kecil yang bentuknya bergaya
timur tengah dengan warna dominan emas.
i.
Tempat Wudhu
Letak tempat wudhu tersebar di
beberapa sisi. Letaknya ada yang terbuka (di luar ruangan tertutup) yang
lainnnya ada pada lantai bawah. Ruang
bawah tanah ini tak hanya menyediakan tempat wudhu, juga terdapat toilet yang
letaknya di belakang tempat wudhu, peletakkan ini diamksudkan agar najis dari
toilet tidak mempengaruhi batalnya orang yang sudah berwudhu.

Debit air pada keran yang digunakan
untuk wudhu cukup besar.

2.2.
Implementasi
Dalam menderikan masjid, harus
memperhatikan aspek arsitektural yang selaras dengan hukum dasar islam
|
NO
|
Elemen
|
Sumber
|
Masjid
Dian Al-Mahri
|
|
|
Orientasi
|
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya” (Al-Baqarah:144)
|
Berorientasi ke arah kiblat yang
diikuti dengan mihrab sebagai penanda arah kiblat
✓
|
|
|
Atap
|
“Dulu, pada zaman Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami dilarang membuat shaf di antara
tiang-tiang, dan kami jauhi tiang-tiang itu.” (HR. Ibnu Hibban 2219 dan
dihasankan Syuaib al-Arnauth).
|
Menggunakan atap kubah yang
mempengaruhi struktur ruang dalam shalat menggunakan mega kolom
✘
|
|
|
Zoning
|
“Alangkah baiknya jika kita biarkan pintu ini untuk kaum
wanita” (HR Abu Dawud)
“Jika masjid dibangun di atas kubur, maka tidak boleh shalat di
masjid seperti itu. Begitu pula jika di dalam masjid dikubur seseorang
setelah masjid dibangun, maka tidak boleh shalat di masjid semacam itu. Wajib
memindahkan mayit yang dikubur ke pemakaman umum karena hal ini ditunjukkan
oleh hadits yang mengharamkan shalat di masjid yang ada kubur.” (Fatwa Al
Lajnah Ad Daimah no. 4335)
|
Terdapat pembagian
zoning yang diantaranya memisahkan pintu masuk laki-laki dan perempuan.
✓
Terdapat kuburan Pendiri Masjid yang diletakkan di taman depan
masjid
✘
|
|
|
Ruang Shalat
|
“Janganlah
shalat kecuali menghadap sutrah, dan jangan biarkan seseorang lewat di
depanmu, jika ia enggan dilarang maka tolaklah ia dengan keras, karena
sesungguhnya bersamanya ada qarin (setan)” (HR. Ibnu Khuzaimah 800, 820, 841.
Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi (115) mengatakan bahwa sanadnya jayyid,
ashl hadist ini terdapat dalam Shahih Muslim).
“Shaf
yang paling baik bagi laki-laki adalah shaf yang paling awal, sedangkan shaf
yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Dan shaf yang
paling baik bagi wanita adalah shaf yang paling akhir, sedangkan shaf yang
paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling awal.” (HR Muslim)
|
Pintu masuk ke ruang shalat berada di
shaf palin belakang sehingga tidak menganggu jalannya shalat berjamaah.
✓
Letak shaf laki-laki di depan, sedangkan shaf wanita di belakang
dan di lantai kedua
✓
|
|
|
Tempat wudhu
|
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berwudhu dengan satu mud (air) dan mandi dengan satu sha’ sampai lima mud
(air)” (HR. Bukhari no. 198 dan Muslim no. 325).
|
Debit air yang dikeluarkan cenderung
besar
✘
|
|
|
Hiasan
|
“Sesungguhnya rumah yang di dalamnya
terdapat gambar/lukisan (bernyawa) tidak akan di masuki oleh para malaikat”
(HR Muslim)
|
Ornamen berupa kaligrafi, arabesque
dan geometris
✓
|
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.
Kesimpulan
Masjid Dian Al-Mahri merupakan salah
satu destinasi wisata religious di Depok yang sudah dikenal di mana- mana. Ada
pun hal itu belum tentu masjid ini bisa dijadikan patokan/ tipologi bangunan
masjid selanjutnya, karena nampaknya ada hal- hal yang belum memenuhi hukum
dasar islam, diantaranya:
1) Penggunaan
atap jenis kubah ini berpengaruh pada strukur dalam ruang. Kubah yang digunakan
nampaknya perlu kolom(tiang) penyangga struktur atapnya, sehingga dalam ruang
shalat adanya beberapa pilar besar diantara shaf shalat. Padahal dalam hadist disebutkan bahwa:
“Dulu, pada zaman Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami dilarang membuat shaf di antara
tiang-tiang, dan kami jauhi tiang-tiang itu.” (HR. Ibnu Hibban 2219 dan
dihasankan Syuaib al-Arnauth).
2) Nampak di depan terdapat papan
bertuliskan arah makam Dian Al-Mahri (Sang Pendiri). Di mana papan itu menunjuk
ke arah taman depan masjid Dian Al-Mahri.
Padahal ada larangan untuk membuat masjid yang berdampingan dengan kuburan.
“Jika
masjid dibangun di atas kubur, maka tidak boleh shalat di masjid seperti itu.
Begitu pula jika di dalam masjid dikubur seseorang setelah masjid dibangun,
maka tidak boleh shalat di masjid semacam itu. Wajib memindahkan mayit yang
dikubur ke pemakaman umum karena hal ini ditunjukkan oleh hadits yang
mengharamkan shalat di masjid yang ada kubur.” (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah no.
4335
3) Ketersediaan
air bersih sebagai air wudhu dengan debit yang cukup besar, sedangkan dalam
hadist diketahui bahwa “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu
mud (air) dan mandi dengan satu sha’ sampai lima mud (air)” (HR. Bukhari no.
198 dan Muslim no. 325).
3.2. Saran
Ada pun sebaiknya dalam membangun sebuah
bangunan hendaknya menelik hukum paling dasar dalam bangunan tersebut, apalagi
berkaitan dengan agama yang merupakan bagaimana cara manusia berkomunikasi
dengan Allah. Hukum dasar islam seperti Al-Qur’an, Hadist atau pun Ijmi sudah
seharusnya menjadi dasar acuan dalam pembangunan masjid sehingga, orang yang
melakukan ibadahnya pun tidak ragu dalam menjalankan ibadahnya.
0 comments